Archive for 22 Oktober 2013

PENGERTIAN TANAH DAN CARA MEMPEROLEH TANAH NEGARA

       Pengertian Tanah

Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena sebagian besar kehidupan manusia bergantung pada tanah. Tanah bukan saja dilihat dalam hubungan ekonomis sebagai faktor produksi dimana orang hidup di atasnya, tetapi tanah adalah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk kelangsungan hidup, di samping itu tanah merupakan faktor modal dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, bertambah pula kebutuhan akan tanah, baik untuk pemukiman maupun untuk tempat usaha. Bagi pemerintah, tanah juga diperlukan guna pembangunan sarana yang akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Kata Tanah dalam bahasa sehari-hari dapat ditafsirkan dalam berbagai arti. Agar tidak menimbulkan pengertian yang beragam, maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan agar diketahui dalam arti apa istilah tanah tersebut digunakan. Pengertian tanah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989 :893) menjelaskan pengertian tanah sebagai berikut :

a.    Permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada di atas sekali;

b.    Keadaan bumi di suatu tempat;

c.    Permukaan bumi yang diberi batas;

d.    Bahan-bahan dari bumi, atau bumi sebagai bahan sesuatu (pasir cadas, napal dan sebagainya).

Selanjutnya disebutkan pengertian tanah dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa

Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang lain serta badan-badan hukum.

Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, yang meliputi permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air.

       2.    Cara Memperoleh Tanah

a.    Tanah Negara

1.    Pemberian Tanah Negara

Pemberian hak atas tanah Negara adalah pemberian hak atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara kepada seseorang ataupun beberapa orang bersama-sama atau suatu badan hukum.

Selanjutnya, pihak yang dapat mempunyai hak atas tanah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan bahwa :

tiap-tiap warga negara Indonesia, baik Laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Sedangkan yang bukan warga negara Indonesia atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia sangat dibatasi, hanya hak pakai atau hak sewa saja. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 42 dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Untuk badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dapat mempunyai semua hak atas tanah kecuali hak milik yang terbatas pada badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b dan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Lebih lanjut mengenai cara memperoleh tanah, diatur dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, menjelaskan bahwa:

Pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan hak. Sedangkan tanah negara adalah tanah yang tidak dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan suatu hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

tanah Negara yang belum dilekati hak sebelumnya bisa diperoleh atau diberikan berdasarkan penetapan pemerintah berdasarkan ketentuan yang berlaku.

2.    Dasar Hukum Cara Memperoleh Tanah Negara

Kewenangan pemberian hak atas tanah dilaksananakan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, yang menyatakan bahwa :

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum.

Selanjutnya, Pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, yang menyatakan bahwa :

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional memberikan keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III”.

selain dari pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara di atas, dasar hukum tata cara memperoleh tanah Negara juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan.

3.    Tata Cara/Prosedur Permohonan Hak Atas Tanah Negara

Tata cara permohonan hak atas tanah dalam hal ini Tanah Negara diawali dengan syarat-syarat bagi pemohon. dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan menentukan bahwa :

Pemohon hak atas tanah mengajukan permohonan hak milik atas tanah negara secara tertulis, yang diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya melikputi letak tanah yang bersangkutan. Dalam permohonan tersebut memuat keterangan mengenai pemohon, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik serta keterangan lainnya berupa keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon termasuk bidang tanah yang dimohon serta keterangan lain yang dianggap perlu.

Permohonan hak tersebut di atas, diajukan kepada Menteri Negara Agraria melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk diproses lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan tahap pendaftaran, yaitu sebagai berikut :

a)     Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik.

b)     Mencatat dalam formulir isian.

c)     Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian

d)     Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Syarat dan berkas permohonan hak atas tanah yang telah lengkap dan telah diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah maka diterbitkanlah Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah yang dimohon kemudian dilakukan pendaftaran haknya ke Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, untuk diterbitkan sertifikat hak atas tanah sebagai tanda lahirnya hak atas tanah tersebut.

untuk referensi lainnya baca juga Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Prosedur Penerbitan Sertifikat Tanah

 

b.    Tanah Hak

1.    Pengertian Tanah Hak

Tanah Hak adalah tanah yang sudah dilekati atau dibebani dengan suatu hak tertentu. Tanah Hak tersebut misalnya Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, atau Hak Pakai. Tanah Hak dapat diperoleh dengan cara pelepasan hak atas tanah/pembebasan tanah, pemindahan hak atas tanah, dan pencabutan hak atas tanah.

2.    Pelepasan /Pembebasan Tanah

Pelepasan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah merupakan 2 (dua) cara untuk memperoleh tanah hak, di mana yang membutuhkan tanah tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pelepasan hak atas tanah adalah melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.

Sedangkan pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula diantara pemegang hak/menguasai tanah dengan cara memberikan ganti rugi. Kedua perbuatan hukum di atas mempunyai pengertian yang sama, perbedaannya pembebasan hak atas tanah adalah dilihat dari yang membutuhkan tanah, biasanya dilakukan untuk lahan tanah yang luas, sedangkan pelepasan hak atas tanah dilihat dari yang memiliki tanah, dimana ia melepaskan haknya kepada Negara untuk kepentingan pihak lain. Semua hak atas tanah dapat diserahkan secara sukarela kepada Negara. Penyerahan sukarela ini yang disebut dengan melepaskan hak atas tanah. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang menyatakan bahwa:

“Hak milik hapus bila:

a)    tanahnya jatuh kepada Negara:

1.  karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18

2.  karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya

3. karena diterlantarkan

4. karena ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2

b)    tanahnya musnah.”

3)    Pemindahan Hak Atas Tanah

Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak-hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. Pemindahan hak atas tanah dapat dilakukan dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan, dan lain sebagainya.

Cara memperoleh tanah dengan pemindahan hak atas tanah ditempuh apabila yang membutuhkan tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan, yaitu apabila tanah yang tersedia adalah tanah hak lainnya yang berstatus HM, HGU, HGB, dan Hak Pakai maka dapat digunakan cara perolehan tanahnya melalui pemindahan hak misalnya dalam bentuk jual beli tanah, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan lain sebagainya.

4)    Pencabutan Hak Atas Tanah

Dasar hukum pengaturan pencabutan hak atas tanah diatur oleh Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dalam Pasal 18 yang menyatakan bahwa:

Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

 Undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 18 di atas adalah Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya, dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah  Nomor 39 tahun1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya, dan Inpres No. 9 tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya.

Ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ini merupakan pelaksanaan dari asas dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yaitu bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Sejalan dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria di atas, Effendi Perangin (1981: 38) menambahkan bahwa:

Pencabutan hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria adalah pengambil-alihan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum.

pencabutan hak atas tanah merupakan cara terakhir untuk memperoleh tanah hak yang diperlukan bagi pembangunan untuk kepentingan umum setelah berbagai cara melalui musyawarah tidak berhasil.

22 Oktober 2013 at 11:28 3 komentar


Tulisan Hukum

Oktober 2013
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031